Sejarah Kediri
Sejarah Kediri
TANGGAL 25 MARET 804 M DITETAPKAN
MENJADI HARI JADI KEDIRI
Nama
Kediri ada yang berpendapat berasal dari kata "KEDI" yang artinya
"MANDUL" atau "Wanita yang tidak berdatang bulan".Menurut
kamus Jawa Kuno Wojo Wasito, 'KEDI" berarti Orang Kebiri Bidan atau Dukun.
Di dalam lakon Wayang, Sang Arjuno pernah menyamar Guru Tari di Negara Wirata,
bernama "KEDI WRAKANTOLO".Bila kita hubungkan dengan nama tokoh Dewi
Kilisuci yang bertapa di Gua Selomangleng, "KEDI" berarti Suci atau
Wadad. Disamping itu kata Kediri berasal dari kata "DIRI" yang
berarti Adeg, Angdhiri, menghadiri atau menjadi Raja (bahasa Jawa Jumenengan).
Untuk itu dapat kita baca pada prasasti "WANUA" tahun 830 saka, yang
diantaranya berbunyi : " Ing Saka 706 cetra nasa danami sakla pa ka sa
wara, angdhiri rake panaraban", artinya : pada tahun saka 706 atau 734
Masehi, bertahta Raja Pake Panaraban.Nama Kediri banyak terdapat pada
kesusatraan Kuno yang berbahasa Jawa Kuno seperti : Kitab
Samaradana, Pararaton, Negara Kertagama dan Kitab Calon Arang.Demikian pula
pada beberapa prasasti yang menyebutkan nama Kediri seperti : Prasasti Ceber,
berangka tahun 1109 saka yang terletak di Desa Ceker, sekarang Desa Sukoanyar
Kecamatan Mojo.Dalam prasasti ini menyebutkan, karena penduduk Ceker berjasa
kepada Raja, maka mereka memperoleh hadiah, "Tanah Perdikan".Dalam
prasasti itu tertulis "Sri Maharaja Masuk Ri Siminaninaring Bhuwi
Kadiri" artinya raja telah kembali kesimanya, atau harapannya di Bhumi
Kadiri.Prasasti Kamulan di Desa Kamulan Kabupaten Trenggalek yang berangkat
tahun 1116 saka, tepatnya menurut Damais tanggal 31 Agustus 1194.Pada prasasti
itu juga menyebutkan nama, Kediri, yang diserang oleh raja dari kerajaan
sebelah timur."Aka ni satru wadwa kala sangke purnowo", sehingga raja
meninggalkan istananya di Katangkatang ("tatkala nin kentar sangke
kadetwan ring katang-katang deni nkir malr yatik kaprabon sri maharaja siniwi
ring bhumi kadiri").Menurut bapak MM. Sukarto Kartoatmojo menyebutkan bahwa "hari jadi
Kediri" muncul pertama kalinya bersumber dari tiga buah prasasti Harinjing
A-B-C, namun pendapat beliau, nama Kadiri yang paling tepat dimuculkan pada
ketiga prasasti. Alasannya Prasti Harinjing A tanggal 25 Maret 804 masehi,
dinilai usianya lebih tua dari pada kedua prasasti B dan C, yakni tanggal 19
September 921 dan tanggal 7 Juni 1015 Masehi.Dilihat dari ketiga tanggal
tersebut menyebutkan nama Kediri ditetapkan tanggal 25 Maret 804 M. Tatkala
Bagawantabhari memperoleh anugerah tanah perdikan dari Raja Rake Layang Dyah
Tulodong yang tertulis di ketiga prasasti Harinjing.Nama Kediri semula kecil
lalu berkembang menjadi nama Kerajaan Panjalu yang besar dan sejarahnya
terkenal hingga sekarang.Selanjutnya ditetapkan surat Keputusan Bupati Kepada
Derah Tingkat II Kediri tanggal 22 Januari 1985 nomor 82 tahun 1985 tentang
hari jadi Kediri, yang pasal 1 berbunyi " Tanggal 25 Maret 804 Masehi
ditetapkan menjadi Hari Jadi Kediri.
MENGUKIR KEDIRI LEWAT
TANGAN BHAGAWANTA BARI.
Mungkin
saja Kediri tidak akan tampil dalam panggung sejarah, andai kata Bagawanta
Bhari, seorang tokoh spiritual dari belahan Desa Culanggi, tidak mendapatkan
penghargaan dari Sri Maharaja Rake Layang Dyah Tuladong. Boleh dikata, pada
waktu itu bagawanta Bhari, seperti memperoleh penghargaan Parasamya Purnakarya
Nugraha, kalau hal itu terjadi sekarang ini. Atau mungkin seperti memperoleh
penghargaan Kalpataru sebagai Penyelamat Liangkungan.Memang Kiprah Bagawanta
Bhari kala itu, bagaimana upaya tokok spiritual ini meyelamatkan lingkungan
dari amukan banjir tahunan yang mengancam daerahnya. Ketekunannya yang tanpa
pamprih inilah akhirnya menghantarkan dirinya sebagai panutan, sekaligus idola
masyarakat kala itu.Ketika itu tidak ada istilah Parasamya atau Kalpataru,
namun bagi masyarakat yang berhasil dalam ikut serta memakmurkan negara akan
mendapat "Ganjaran" seperti Bagawanta Bhari, dirinya juga memperoleh
ganjaran itu berupa gelar kehormatan "Wanuta Rama" (ayah yang
terhormat atau Kepala Desa) dan tidak dikenakan berbagai macam pajak
(Mangilaladrbyahaji) di daerah yang dikuasai Bagawanta Bhari, seperti Culanggi
dan Kawasan Kabikuannya.Sementara itu
daerah seperti wilayah Waruk Sambung dan Wilang, hanya dikenakan "I mas
Suwarna" kepada Sri Maharaja setiap bulan "Kesanga"
(Centra).Pembebasan atas pajak itu antara lain berupa "Kring Padammaduy"
(Iuran Pemadam Kebakaran), "Tapahaji erhaji" (Iuran yang berkaitan
dengan air), "Tuhan Tuha dagang" (Kepala perdagangan), "Tuha
hujamman" (Ketua Kelompok masyarakat), "Manghuri" (Pujangga
Kraton), "Pakayungan Pakalangkang" (Iuran lumbung padi), "Pamanikan"
(Iuran manik-manik, permata) dan masih banyak pajak lainnya.Kala itu juga belum
ada piagam penghargaan untuknya. maka sebagai peringatan atas jasanya itu lalu
dibuat prasasti sebagai "Pngeleng-eleng" (Peringatan). Prasasti itu
diberi nama "HARINJING" B" yang bertahun Masehi 19 September 921
Masehi. Dan disebitlah "Selamat tahun saka telah lampau 843, bulan Asuji,
tanggal lima belas paro terang, paringkelan Haryang, Umanis (legi). Budhawara
(Hari Rabo), Naksatra (bintang) Uttara Bhadrawada, dewata ahnibudhana, yoga
wrsa.Menurut penelitian dari para ahli lembaga Javanologi, Drs. M.M. Soekarton
Kartoadmodjo, Kediri lahir pada Maret 804 Masehi. Sekitar tahun itulah, Kediri
mulai disebut-sebut sebagai nama tempat maupun negara. Belum ada sumber resmi seperti
prasasti maupun dokumen tertulis lainnya yang dapat menyebutkan, kapan
sebenarnya Kediri ini benar-benar menjadi pusat dari sebuah Pemerintahan maupun
sebagai mana tempat.Dari prasasti yang diketemukan kala itu, masih belum ada
pemisah wilayah administratif seperti sekarang ini. Yaitu adanya Kabupaten dan
Kodya Kediri, sehingga peringatan Hari Jadi Kediri yang sekarang ini masih
merupakan milik dua wilayah dengan dua kepala wilayah pula.Menurut para ahli,
baik Kadiri maupun Kediri sama-sama berasal dari bahasa Sansekerta, dalam
etimologi "Kadiri" disebut sebagai "Kedi" yang artinya
"Mandul", tidak berdatang bulan (aprodit). Dalam bahasa Jawa Kuno,
"Kedi" juga mempunyai arti "Dikebiri" atau dukun. Menurut
Drs. M.M. Soekarton Kartoadmodjo, nama Kediri tidak ada kaitannya dengan
"Kedi" maupun tokok "Rara Kilisuci". Namun berasal dari
kata "diri" yang berarti "adeg" (berdiri) yang mendapat
awalan "Ka" yang dalam bahasa Jawa Kuno berarti "Menjadi Raja".Kediri
juga dapat berarti mandiri atau berdiri tegak, berkepribadian atau
berswasembada. Jadi pendapat yang mengkaitkan Kediri dengan perempuan, apalagi
dengan Kedi kurang beralasan. Menurut Drs. Soepomo Poejo Soedarmo, dalam kamus
Melayu, kata "Kediri" dan "Kendiri" sering menggantikan kata
sendiri.Perubahan pengucapan "Kadiri" menjadi "Kediri"
menurut Drs. Soepomo paling tidak ada dua gejala. Yang pertama, gejala usia tua
dan gejala informalisasi. Hal ini berdasarkan pada kebiasaan dalam rumpun
bahasa Austronesia s
Komunikasi dan Informatika
Dikutip dari berbagai sumber
<< Beranda