Universitas Pertahanan atau biasa disebut dengan UNHAN ( bahasa Inggris : Indonesian Defense University atau IDU ) adalah sebuah Perguruan Tinggi Negeri yang menyelenggarakan pendidikan vokasi , sarjana , dan pascasarjana di bidang pertahanan dan bela negara , dengan tujuan untuk melaksanakan pembangunan dan pengembangan yang berorientasi pada Tri Dharma perguruan tinggi , untuk mencapai standar pendidikan nasional dan universitas berstandar kelas dunia ( world class defense university ) dengan tetap melestarikan nilai-nilai kebangsaan. Universitas Pertahanan didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2011 dan ditetapkan melalui Surat Mendiknas Nomor 29/MPN/OT/2009 tanggal 6 Maret 2009 perihal Pendirian Unhan. Universitas Pertahanan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 11 Maret 2009 di Istana Negara. Penyelenggaraan program studi di lingkungan Unhan merujuk kepada
TEORI BELAJAR BERMAKNA MENURUT DAVID P. AUSUBEL
Media harja, 20112512023
1. PENDAHULUAN
Teori belajar Ausubel menitikberatkan pada bagaimana seseorang memperoleh pengetahuannya. Menurut Ausubel terdapat dua jenis belajar yaitu belajar hafalan (rote-learning) dan belajar bermakna (meaningful-learning). Apa pengertian belajar hafalan? Apa pengertian belajar bermakna (meaningful-learning)?
1. Belajar Hafalan
Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip Bell (1978) mengenai belajar hafalan (rote-learning): “… , if the learner’s intention is to memorise it verbatim, i.e., as a series of arbitrarily related word, both the learning process and the learning outcome must necessarily be rote and meaningless” (p.132). Jika seorang siswa berkeinginan untuk mengingat sesuatu tanpa mengaitkan dengan hal yang lain maka baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan (rote) dan tidak akan bermakna (meaningless) sama sekali baginya.
2. Belajar Bermakna
Tugas guru adalah membantu memfasilitasi siswa sehingga bilangan pertama tersebut dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Jika seorang siswa tidak dapat mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, maka proses pembelajarannya disebut dengan belajar yang tidak bermakna (rote learning). Berdasar contoh di atas, dapatlah disimpulkan bahwa suatu proses pembelajaran akan lebih mudah dipelajaridan dipahami para siswa jika guru mampu untuk memberi kemudahan bagi siswanya sedemikian sehingga siswa dapat mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Itulah inti dari belajar bermakna (meaningful learning) yang telah digagas David P Ausubel.
Dari apa yang dipaparkan di atas jelaslah bahwa untuk dapat menguasai materi matematika, seorang siswa harus menguasai beberapa kemampuan dasar lebih dahulu. Setelah itu, siswa harus mampu mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dipunyainya. Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip Orton (1987:34): “If I had to reduce all of educational
psychology to just one principle, I would say this: The most important single factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him accordingly.” Jelaslah, menurut Ausubel, bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran. Disamping itu, seorang guru dituntut untuk mengecek, mengingatkan kembali ataupun memperbaiki pengetahuan prasyarat siswanya sebelum ia memulai membahas topic baru, sehingga pengetahuan yang baru tersebut dapat berkait dengan pengetahuan yang lama yang lebih dikenal sebagai belajar bermakna tersebut.
2. PEMBAHASAN
Menurut Ausubel dalam (Dahar, 1988: 134) belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi disajikan pada siswa, melalui penemuan atau penerimaan. Belajar penerimaan menyajikan materi dalam bentuk final, dan belajar penemuan mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang diajarkan. Dimensi kedua berkaitan dengan bagaimana cara siswa dapat mengaitkan informasi atau materi pelajaran pada struktur kognitif yang telah dimilikinya, ini berarti belajar bermakna. Akan tetapi jika siswa hanya mencoba-coba menghapal informasi baru tanpa menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, maka dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu; demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar dan retensi.
Menurut Ausubel, seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam sekema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat memperkembangkan sekema yang ada atau dapat mengubahnya. Dalam proses belajar ini siswa mengonstruksi apa yang ia pelajari sendiri.
Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivesme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar- akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.
Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa.
Langkah-langkah yang biasanya dilakukan guru untuk menerapkan belajar bermakna Ausubel adalah sebagai berikut: Advance organizer, Progressive differensial, integrative reconciliation, dan consolidation.
Empat type belajar menurut Ausubel , yaitu:
- Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menmukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
- Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
- Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki.
- Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir , kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan lain yang telah ia miliki.
Prasyarat agar belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel, yaitu:
- Belajar menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa memilki strategi belajar bermakna.
- Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada siswa harus disesuaikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
- Tugas-tugas belajar yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa
SUMBER
Shadiq, F & Mustajab, N.A. 2011. Penerapan Teori Belajar Dalam Pembelajaran Matematika Di SD. Yogjakarta : Depdiknas.
Siroj, Rusdy A. 2006. Teori-teori Belajar-Mengajar Matematika (Diktat bahan pelatihan guru matematika SMP kota Palembang). Palembang : Depdiknas
Komentar
Posting Komentar