Jumat, 30 Maret 2012

Perkembangan Kognitif Piaget


Psikologi Perkembangan Kognitif Piaget

            Kunci utama teori Piaget yang harus diketahui guru matematika yaitu bahwasanya perkembangan kognitif seorang siswa bergantung kepada seberapa jauh si siswa itu dapat memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya, dalam arti bagaimana ia mengaitkan antara pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengalaman barunya. Menurut Piaget, ada tiga aspek pad perkembangan kognitif seseorang, yaitu: struktur, isi, dan fungsi kognitif.
            Struktur kognitif, skema atau skemata (schema) menurut Piaget, merupakan organisasi mental yang terbentuk pada saat seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Isi kognitif merupakan pola tingkah laku seseorang yang tercermin pada saat ia merespon berbagai masalah, sedangkan fungsi kognitif merupakan cara yang digunakan seseorang untuk mengembangkan tingkat intelektualnya, yang terdiri atas organisasi dan adaptasi. Dua proses yang termasuk adaptasi adalah asimilasi dan akomodasi. Pembahasan lebih rinci tentang hal ini akan dimulai dari empat tahap perkembangan kognitif berikut ini.

1.      Empat Tahap Perkembangan Kognitif

            Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Piaget membagi perkembangan kognitif seseorang dari bayi sampai dewasa atas tahap seperti ditunjukkan tabel berikut.
No
Umur (tahun)
Tahap
1
0 – 2
Sensori Motor
2
2 – 7
Pra-operasional
3
7 – 11
Operasional Konkret
4
11 +
Operasional Formal

            Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak akan belajar untuk menggunakan dan mengatur kegiatan fisik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap ini, pemahaman anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh dan alat-alat indera mereka. Contohnya ketika seorang anak menirukan suara suatu benda maka hal itu menandakan bahwa yang ia maksud adalah benda tersebut.
            Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indera, sehingga ia belum mampu untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten. Pada tahap ini, anak masih mengalami kesulitan dalam melakukan pembalikan pemikiran (reversing thought) serta masih mengalami kesulitan bernalar secara induktif maupun deduktif, karena pemikirannya masih dalam tahap transduktif (transductive), yaitu suatu proses penarikan kesimpulan dari hal khusus yang satu ke hal khusus yang lain. Jika ia melihat suatu benda yang asalnya sama tapi dalam bentuk yang berbeda, maka si anak akan mengatakan bahwa benda tersebut adalah dua hal yang beda pula. Sebagai contoh, jika anak diberikan tali yang pada awalnya dibentangkan dari dua sisi yang berbeda, kemudian tali itu digenggam dan diletakkan begitu saja di atas meja, maka mereka akan mengatakan bahwa itu adalah dua tali yang berbeda.
            Pada tahap operasional konkret (7-11 tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar. Di tahap ini, seorang anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari suatu situasi nyata secara bersama-sama (misalnya, antara bentuk dan ukuran). Contohnya adalah konsep kekekalan luas dimana luas suatu daerah akan kekal (tetap) jika daerah tersebut dibagi menjadi beberapa bagian.
            Pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan kognitif. Dengan kata lain, mereka sudah mampu melakukan abstraksi, dalam arti mampu menentukan sifat atau atribut khusus sesuatu tanpa menggunakan benda nyata. Pada permulaan tahap ini, kemampuan bernalar secara abstrak mulai meningkat, sehingga seseorang mulai mampu untuk berpikir secara deduktif. Contohnya, mereka sudah mulai mampu untuk menggunakan variabel.
            Tahapan perkembangan yang dicantumkan oleh Piaget di atas dapat dijadikan salah satu rujukan guru dalam merencanakan pembelajaran. Namun kondisi para siswa Indonesia kemungkinan agak berbeda dengan siswa yang diteliti Piaget. Di samping itu, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa bagi seseorang yang telah berada pada tahap operasional formal sekalipun, untuk hal-hal yang baru, mereka masih membutuhkan benda nyata ataupun gambar/diagram. Karenanya, faktor ‘nyata’ atau ‘real’ pada proses pembelajaran ini akan sangat menentukan keberhasilan ataupunkegagalan pembelajaran di kelas


2.      Proses Perkembangan Kognitif

            Proses perkembangan kognitif seseorang menurut Piaget harus melalui suatu proses yang disebut dengan adaptasi dan organisasi seperti ditunjukkan Piaget melalui diagram di bawah ini.



Diagram tersebut menunjukkan bahwa tanpa adanya pengalaman baru, struktur kognitif para siswa akan berada dalam keadaan equilibrium (tenang dan stabil). Jadi, perkembangan kognitif seseorang ditentukan oleh seberapa besar interaksinya dengan lingkungan (pengalaman baru) yang harus dikaitkan atau dihubungkan dengan struktur kognitif (schema) mereka, melalui proses organisasi dan adaptasi. Adaptasi sendiri terdiri atas dua proses yang dapat terjadi bersama-sama, yaitu: (1) asimilasi, suatu proses dimana suatu informasi atau pengalaman baru disesuaikan dengan kerangka kognitif yang sudah ada di benak siswa; dan (2) akomodasi, yaitu suatu proses perubahan atau pengembangan kerangka kognitif yang sudah ada di benak siswa agar sesuai dengan pengalaman yang baru dialami.

            Bodner (1986:873) menyatakan bahwa istilah asimilasi dan akomodasi hanya dapat dipahami melalui konsep Piaget tentang struktur kognitif (schema). Jika fungsi kognitif seperti adaptasi dan organisasi tetap konstan selama proses perkembangan kognitif maka struktur kognitifnya akan berubah baik secara kualitas maupun kuantitas sesuai perkembangan waktu dan pengalaman. Proses asimilasi dan akomodasi ini terjadi sejak bayi. Bodner (1986:873) menunjukkan pendapat Von Glasersfeld bahwa seorang bayi yang sedang lapar lalu pipinya disentuh dengan jari maka ia akan berusaha untuk menghisap jari itu. Von Glasersfeld menyatakakan bahwa bayi itu menganggap (mengasimilasi) bahwa jari itu adalah puting susu ibunya. Karena itu, Bodner (1986:873) menyatakan: “Assimilation involves applying a preexisting schema or mental structure to interpret sensor data.” Artinya, proses asimilasi melibatkan penggunaan struktur, skemata, atau skema untuk menginterpretasi. Karena itu, Bodner (1986:873) juga menyatakan: “Piaget argued that knowledge is constructed as the learner strives to organize his or her experiences in terms of preexisting mental structure or schema.” Artinya, Piaget berargumentasi bahwa pengetahuan terbangun disaat siswa berusaha untuk mengorganisasikan pengalamannya sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

3.      Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif

Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kognitif seseorang dipengaruhi oleh empat hal berikut.

1.       Kematangan (maturation) otak dan sistem syarafnya. Kematangan otak dan sistem syaraf sangat penting dimiliki setiap siswa. Siswa yang memiliki ketidak sempurnaan yang berkait dengan kematangan ini, sedikit banyak akan mengurangi kemampuan dan perkembangan kognitifnya. Karena itu, penting sekali bagi orang tua untuk membesarkan putera-puterinya dengan makanan bergizi dan kasih sayang yang cukup, sehingga putera-puteri tersebut akan memiliki kematangan otak dan sistem syaraf yang sempurna.

2.       Pengalaman (experience) yang terdiri atas:
a.       Pengalaman fisik (physical experience), yaitu interaksi manusia dengan lingkungannya. Contohnya adalah interaksi seorang siswa dengan kumpulan batu yang ia tata.
b.       Pengalaman logika-matematis (logico-mathematical experience), yaitu kegiatan-kegiatan pikiran yang dilakukan manusia. Contohnya, siswa menata kumpulan batu sambil belajar membilang. Dapat juga ketika siswa mulai berpikir bahwa suatu kumpulan lebih banyak dari kumpulan yang lain.

            Bayangkan jika ada anak yang tidak diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan lingkungannya.   Apa yang akan terjadi dengan perkembangan kognitif si anak tersebut? Jelaslah bahwa     berinteraksi seorang anak dengan lingkungannya akan memperngaruhi perkembangan kognitif    mereka.

3.       Transmisi sosial (social transmission), yaitu interaksi dan kerjasama yang dilakukan oleh manusia dengan orang lain. Mengapa seorang anak Indonesia yang dilahirkan di lingkungan yang selalu berbahasa Inggris dan selalu berinteraksi dengan bahasa Inggris akan menyebabkan ia mahir berbahasa Inggris? Jawabannya adalah adanya faktor transmisi sosial tersebut. Seorang anak yang dilahirkan di suatu keluarga yang lebih mengutamakan penalaran (reasoning) akan menghasilkan anak-anak yang lebih mengutamakan kemampuan penalaran ketika memecahkan masalah.

4.       Penyeimbangan (equilibration), suatu proses, sebagai akibat ditemuinya pengalaman (informasi) baru, seperti ditunjukkan pada diagram Piaget di atas. Seorang anak yang sejatinya berbakat untuk mempelajari matematika, namun karena ia tidak mendapat tantangan yang cukup, maka perkembangan kognitifnya akan terhambat.

Sumber :

Shadiq, Fadjar & Mustajab, N Amini. 2011. Penerapan Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika di SD. Yogyakarta : Kepmendiknas & P4TK matematika.
.

Label: ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda