Kisah Nabi Sulaiman dan Burung Hud-hud
Pada suatu ketika, Nabi
Sulaiman mengumpulkan dan memeriksa seluruh pengikut-pengikutnya baik dari
kalangan manusia, jin dan binatang, termasuk burung-burung. Berdasarkan
pemeriksaannya, Nabi tidak melihat burung hud-hud. Karena ketidakhadiran burung
hud-hud tersebut, beliau berjanji akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau
bahkan menyembelihnya. Ternyata, tidak lama kemudian, burung hud-hud datang
menghadap Nabi Sulaiman. Burung hud-hud menjelaskan perihal keterlambatannya
karena mencari berita tentang adanya seorang wanita yang menjadi pemimpin suatu
negara dan dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.
Atas berita yang dibawa oleh burung hud-hud tersebut, akhirnya Nabi Sulaiman
mengunjungi kerajaan Saba yang dipimpin oleh ratu Balqis yang akhirnya masuk
Islam dengan dakwah Nabi Sulaiman. Kisah tersebut diabadikan dalam Quran Surat
An-Naml ayat 22-23.
Kisah tersebut menggambarkan
burung hud-hud (sebagai anak buah) yang mempunyai kecerdasan dan kecemerlangan
berpikir sehingga pengembaraannya dalam mencari makanan (nafkah) tidak semata
untuk tujuan duniawi melainkan untuk penyebaran agama. Burung hud-hud, di
antara waktunya, memanfaatkan kesempatan mencari berita dan kabar suatu kaum
karena ia berkeinginan untuk menyampaikan risalah Islam kepada mereka. Melalui
presentasi burung hud-hud yang gemilang serta keberanian dalam mengemukakan
uzur (keterlambatan), Nabi Sulaiman dapat mengajak kaum Saba untuk mentauhidkan
Allah.
Di samping itu, seorang
manusia, yang tentu lebih mulia dari seekor burung hud-hud, harus senantiasa
memiliki inisiatif positif dan terus berupaya mencari kebaikan. Seorang manusia
seharusnya lebih terpanggil untuk berinisiatif dan melakukan perbuatan baik
tanpa harus menunggu perintah. Ketika mempunyai pemikiran, seseorang tidak
perlu sungkan untuk menyampaikan kepada atasannya.
Sedangkan sebagai pemimpin, kita perlu mengambil ibroh
(pelajaran) dari sikap dan respon Nabi Sulaiman terhadap kerja burung Hud-hud
sebagai berikut:
1. Tafaqqudul
amiir lil atba (rasa kehilangan seorang pemimpin terhadap pengikutnya). Seorang
mas'ul harus memperhatikan siapa yang tidak hadir dalam setiap pertemuan dan
kegiatan. Karena perhatiannya terhadap kehadiran anak buah merupakan bagian
dari tanggungjawab yang harus diemban.
2. Akhdzul amri
bil hazm (sangat perhatian terhadap perkara). Seorang pemimpin harus memiliki
haibah (wibawa) di hadapan pengikutnya dengan menyatakan sikap tegasnya di
hadapan pengikutnya. Sikap tegas tersebut bukan ditunjukkan dengan bentuk
kemarahan atau menghalangi anak buah memiliki wawasan yang lebih. Wibawa
seorang atasan tidak akan jatuh hanya karena mempunyai anak buah yang lebih
berwawasan.
3. Muhasabah
(evaluasi). Seorang pemimpin harus berinisiatif untuk mengevaluasi proses
peningkatan pemahaman dan hasil kerja yang dilakukan anak buahnya. Evaluasi
dilakukan bukan untuk mencari-cari kesalahan anak buah melainkan untuk
perbaikan di kemudian hari.
4. Tabayyunul
udzr (klarifikasi uzur). Mengklarifikasi alasan keuzuran agar penyikapan dan
perlakukan yang akan diambil lebih berdampak positif.
5. Taqdir kulli
udhwin (menghargai masing-masing anggota). Seperti Sulaiman yang gusar atas
ketidakhadiran burung hud hud, padahal ia hanyalah seekor burung kecil. Selain
burung kecil ini tentu masih banyak pengikutnya yang lebih besar dan
berkualitas. Seperti komentar Sayyid Quthb, burung hud-hud itu satu ekor dari
sekawanan burung hud-hud yang lain dan dari sekian banyak burung yang menjadi
pendukung kerajaannya. Seorang anggota, betapapun kondisinya harus dihargai
sebagai anggota dan tidak boleh dipandang sebelah mata.
Jadi dengan sikap ijabiyah
seorang umat, akan banyak amal Islam yang dapat dihasilkan seiring dengan hasil
yang gemilang. Di antaranya adalah dengan merasa kurang di hadapan Allah dalam
menjalankan semua kewajiban yang telah dibebankan kepadanya, maka akan muncul
rasa pada diri seorang mukmin untuk berusaha mengerjakan satu kewajiban dengan
sebaik-baiknya dan dengan niat yang lurus. Dengan demikian ia telah mengerti
maksud dari taklif Allah, yaitu agar manusia berusaha memperbaiki amalnya
dengan cara meluruskan niat dan menyesuaikan segala perbuatan dan ibadahnya
sesuai dengan syariat Islam.
Di antara sikap ijabiyah
adalah tidak meremehkan perkara kecil, karena seringkali sesuatu yang besar
menjadi kecil nilainya karena niat yang kurang ikhlas dan kadang beberapa
kalimat akan mendatangkan kebaikan yang banyak karena niat dan keluar dari hati
yang tulus. Pernah seorang ulama ditanya, "Sampai kapan Anda terus menulis
hadits? Lalu ia menjawab, "Mungkin kalimat yang akan menyelamatkanku masih
belum aku tulis."
Untuk menunjukkan betapa
perkara ringan itu tidak boleh dianggap ringan, Rasulullah SAW menegaskan bahwa
banyak perkara ringan atau sepele, tetapi di sisi Allah mempunyai bobot pahala
dan kebaikan bagi yang melakukannya. Dari Abu Dzar r.a. ia berkata bahwa
Rasulullah SAW. bersabda, "Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah
bagimu, perintahmu mengerjakan kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah sedekah
bagimu, kamu menunjuki orang yang tersesat juga merupakan sedekah bagimu,
membantu orang yang kurang penglihatannya juga merupakan sedekah bagimu,
menyingkirkan batu, duri dan tulang dari jalan juga merupakan sedekah bagimu,
kamu menuangkan air dari timbamu ke timba saudaramu juga merupakan sedekah
bagimu." (H.R. Bukhari dan Tirmidzi)
Dalam konteks amar maruf nahi
munkar, kita akan menemukan medan dan lapangannya yang cukup luas dan lebar. Di
mana kita akan menemukan setiap hari fenomena atau suasana kemungkaran yang
mesti kita hilangkan dari masyarakat. Maka dengan kedudukan kita sebagai
pemeriksa, kita dapat menulis suatu penyimpangan keuangan Negara. Kita dapat
mengusulkan suatu temuan indikasi tindak pidana korupsi kepada atasan kita agar
dapat ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Meningkatkan pemahaman terkait
tugas pokok dan fungsi pemeriksa juga diperlukan sehingga kita dapat
menyampaikan saran/rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti dan pada akhirnya
menyelesaikan permasalahan kesalahan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara.
Demikian juga bagi pegawai yang berada pada posisi penunjang dan
pendukung, tidak dapat disebut sebagai pegawai kelas dua. Penunjang dan
pendukung sama-sama mempunyai arti dan peran strategis dalam menunjang tugas
dan fungsi BPK sebagai lembara pemeriksa keuangan negara. Yang penting dalam
diri kita adalah keinginan dan kemauan untuk mengadakan perubahan ke arah
positif dengan cara yang dapat ia tempuh sebatas otoritas yang ia miliki.
Karena itu keberadaan kita pada posisi yang memiliki otoritas yang luas dan
besar akan membantu dan mengefektifkan usaha dakwah dalam perbaikan masyarakat.
Wallahu a'lam bish-showab.
KISAH NABI SULAIMAN
TUGAS
KELOMPOK AQIDAH AKHLAK
Nur Annisa Sabrina R. (30)
M.Zharif is Hammy (11)
Rizal Adhinata (14)
Irsyedha Alfara Reginantis (21)
Putri Pangestuti Ningsari (31)
Widya Devi Rahmawati (34)
KEMENTRIAN
AGAMA REPUBLIK INDONESIA
KANTOR
KEMENTRIAN AGAMA KOTA KEDIRI
MADRASAH
TSANAWIYAH NEGERI KEDIRI II
Jl.
Sunan Ampel 12 Telp./Fax. (0354) 687895 Ngronggo-Kota Kediri 64127
<< Beranda