Jumat, 30 Maret 2012

PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN FILOSOFI KONSTRUKTIVISME


PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN FILOSOFI KONSTRUKTIVISME

Pendahuluan
            Para ahli filsafat berabad-abad berdebat tentang bagaiman manusia memperoleh kebenaran dan  pengetahuan. Pengetahuan dan kebenaran tidak lepas dari istilah epistemologi yaitu bagaimana kita dapat memperoleh pengetahuan, kemudian berkembanglah berberapa aliran cara manusia memperoleh pengetahuan dan kebenaran tersebut. Menurut Rachman (76:2006), sumber-sumber pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui : (a) rasionalisme, berpandangan bahwa semua pengetahuan bersumber pada akal. (b) empirisme, berpendirian bahwa semua pengetahuan diperoleh lewat indera. (c) Realisme, adalah aliran yang menyatakan bahwa objek-objek pengetahuan yang diketahui adalah nyata dalam dirinya sendiri. (d) kritisisme, adalah aliran yang berusaha menjawab persoalan pengetahuan, bertolak dari ruang dan waktu sebagai bentuk pengamatan.
            Terlepas dari kenyataan mengenai sumber-sumber pengetahuan diatas,  apakah pengetahuan itu diperoleh orang yang bersangkutan dari buku-buku atau hasil pemecahan masalah atau dari pemberitahuan orang lain (misalnya guru). Jika pengetahuan itu dimaksudkan untuk dipahami atau dimiliki secara sungguh-sungguh oleh seseorang, maka pengetahuan itu haruslah secara aktif dikonstruksi sendiri oleh orang yang bersangkuan di dalam pikirannya. Sebaliknya jika pengetahuan atau kemampuan itu tidak secara aktif dikonstruksi sendiri oleh orang yang bersangkutan, pengetahuan itu tidak akan bisa dikuasai secara sungguh-sungguh. Dan dalam hal seperti itu, proses belajar yang sungguh-sungguh tidak terjadi dan hasilnya belajar tanpa pemahaman.
            Dengan demikian bicara tentang memperoleh pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari proses struktur berpikir kognitif subjek yang dikonstruksi secara berkelanjutan (terus menerus) dengan interaksi lingkungan ikut mempengaruhi sehingga tercipta struktur kognitif yang kreatif . Proses berpikir ini akhirnya membentuk pengetahuan yang dinamakan teori konstruktivime. Untuk lebih jelas tentang konstruktivisme pada tulisan ini akan dikupas konstruktivime dari sudut pandang filosofis dan psikologis, teori konstruksi pengetahuan, belajar matematika menurut paham konstruktivisme, pembelajaran konstruktivisme dalam matematika, Implementasinya dalam pembelajaran matematika, evaluasi pembelajaran matematika menurut konstruktivisme.
1.       Latar Belakang Filosofis
            Menurut Sanjaya (111:2006) Filsafat konstruktivisme pertamakali digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran filsafat konstruktivisme berangkat dari pemikiran epistemology Giambatista Vico. Vico mengungkapkan : “ Tuhan adalah penciptaan alam semesta dam manusia adalah tuan dari ciptaannya”.
            Menurut Sanjaya (111:2006) Mengetahui menurut vico berati mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Artinya, seseorang dikatakan mengetahui manakalah ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Oleh karena itu menurut Vico, pengetahuan itu tidak lepas dari orang (subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari subjek yang mengamati. Selanjutnya, pandangan filsafat konstruktivisme tentang hakekat pengetahuan memengaruhi konsep tentang proses belajar, bahwa belajar bukanlah sekedar menghafal akan tetapi proses mengonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ” pemberian” dari  orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses pengonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna.
2.       Latar Belakang Psikologis

Menurut Soerjabrata (1980:83), Piaget termasuk salah satu ahli dalam psikologi perkembangan yang terpenting. Paham filsafatnya, yang melatar belakangi theory psikologi perkembangan, sangat dipengaruhi oleh positivisme dan evolusionisme.
Sesuai dengan filsafat yang mendasari bahwa pengetahuan terbentuk karena peran aktif subjek, maka dipandang dari sudut psikologis, Konstruktivisme berpijak pada aliran psikologi kognitif. Menurut Sanjaya (113:2006) Aliran psikologi kognitif proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan respons semata, melainkan melibatkan proses mental (emosi, minat, motivasi dan kemampuan atau pengalaman). Apa yang tampak, pada dasarnya adalah wujud dari adanya dorongan yang berkembang dalam diri seseorang. Sebagai peristiwa mental perilaku manusia tidak sematamata gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang ada dibelakang gerakan fisik itu. Sebab manusia selamanya memiliki kebutuhan  yang melekat dalam dirinya, dan kebutuhan itulah yang mendorong manusia untuk berprilaku. Hal ini sejalan dengan Hergenhahn & Olson (322:2008) Teori piaget berbeda dengan konsep pengetahuan S-R, seperti kita ketahui, piaget menyamakan pengetahuan dengan struktur yang memberikan potensi untuk menghadapi lingkungan dengan cara-cara tertentu. Struktur kognitif  menyediakan kerangka bagi pengalaman; yakni, mereka menentukan apa yang dapat direspon dan bagaimana ia dapat merespon. Dalam hal ini , struktur kognitif diproyeksikan kelingkungan fisik dan karena ia menciptakannya.Dengan cara ini lingkungan dikonstruksi oleh struktur kognitif. Tetapi, juga bisa dikatakan bahwa lingkungan memainkan peran besar dalam menciptakan struktur kognitif.  

3.       Teori Konstruksi Pengetahuan

            Menurut Sanjaya (118:2006) Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Dan pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari subjek semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya. Jadi dari maksudnya uraian diatas  pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk memahami atau memaknai objek tersebut. Kedua faktor tersebut sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya. Hakikat pengetahuan menurut piaget :
a.       Pengetahuan bukanlah gambarab dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek
b.       Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
c.       Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi, membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

            Kunci utama teori Piaget yang harus diketahui guru matematika yaitu bahwasanya perkembangan kognitif seorang siswa bergantung kepada seberapa jauh si siswa itu dapat memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya, dalam arti bagaimana ia mengaitkan antara pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengalaman barunya. Menurut Piaget, ada tiga aspek pada perkembangan kognitif seseorang, yaitu: struktur, isi, dan fungsi kognitif.
            Struktur kognitif, skema atau skemata (schema) menurut Piaget, merupakan organisasi mental yang terbentuk pada saat seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Isi kognitif merupakan pola tingkah laku seseorang yang tercermin pada saat ia merespon berbagai masalah, sedangkan fungsi kognitif merupakan cara yang digunakan seseorang untuk mengembangkan tingkat intelektualnya, yang terdiri atas organisasi dan adaptasi. Dua proses yang termasuk adaptasi adalah asimilasi dan akomodasi.
            Selanjutnya menurut Bodner (dalam dahar, 152:2011) Teori konstruktivis dibagi dua. Konstruktivis ala piaget dan konstruktivis baru (dikembangkan oleh Vygotsky), selanjutnya Menurut Dahar (152:2011), Peletak  teori konstruktivisme yang pertama ialah piaget, walaupun perspektif konstruktivisme sudah terungkap dalam tulisan Glambattista Vico pada tahun 1970. Melalui perspektif Piaget, pengetahuan diperoleh  menurut proses konstruksi selama hidup melalui suatu proses ekuilibrasi antara skema pengetahuan dan pengalaman baru. Antara perspektif Piaget dan perspektif konstruktivis baru terdapat perbedaan. Piaget lebih memfokuskan konstruksi pengetahuan personal melalui interaksi individual dengan lingkungan sebagaimana telah dikemukankan diatas, sedangkan perspektif baru mengikutsertakan juga proses-proses sosial dalam konstruksi pengetahuan. Dengan kata lain konstruktivis ala vygotsky dalam konstruksi pengetahuan terjadi interaksi antara aspek internal dan eksternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar. Menurut Dahar (152:2011) Vygotsky mengemukakan bahwa belajar itu harus berlangsung dalam kondisi sosial, terlihat jelas peran bahasa dan tindakan dalam mengkonstruksi pengetahuan. Dan akhir-akhir ini mendapat perhatian para peneliti konstrutif, mereka inilah dikenal dengan nama konstruktivis social.  

            Berdasarkan uraian diatas dalam mengkonstruksi pengetahuan matematika perlu menggunakan pendekatan konstruktivisme. Menurut Steffe dan Kieren, 1995:723 dalam suherman (71:2003) Beberapa prinsip pendekatan konstruktivisme diantaranya observasi dan mendengar aktivitas dari pembicaraan matematika siswa adalah sumber yang kuat dan petunjuk untuk mengajar, untuk cara-cara dimana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat dievaluasi. Lebih lanjut dikatakan bahwa konstruktivisme aktivitas matematika mungkin diwujudkan melalui tantangan masalah, kerja dalam kelompok kecil, dan diskusi kelas. Beberapa cirri itulah yang akan mendasari pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme.   

4.       Belajar matematika menurut Paham konstruktivisme

            Konstruktivisme merupakan suatu teori atau faham yang menyatakan bahwa setiap pengetahuan atau kemampuan hanya bisa dikuasai (dipahami secara sungguh-sungguh) oleh seseorang apabila orang itu secara aktif mengkonstruksi (membentuk) pengetahuan atau kemampuan itu dalam pikirannya. Terlepas dari kenyataan mengenai asal mula pengetahuan atau kemampuan itu, apakah pengetahuan atau kemampuan itu dicari oleh orang yang bersangkutan dari buku-buku atau hasil pemecahan masalah atau dari pemberitahuan orang lain (misalnya guru), jika pengetahuan atau kemampuan itu dimaksudkan untuk dipahami atau dimiliki secara sungguh-sungguh oleh seseorang, sehingga pengetahuan atau kemampuan itu pada akhirnya haruslah secara aktif dikonstruksi sendiri oleh orang yang bersangkuan di dalam pikirannya. Jika pengetahuan atau kemampuan itu tidak secara aktif dikonstruksi sendiri oleh orang yang bersangkutan, pengetahuan atau kemampuan itu tidak akan bisa dikuasai secara sungguh-sungguh. Dalam hal seperti itu, proses belajar yang sungguh-sungguh tidak terjadi dan hasilnya belajar tanpa pemahaman.
            Konsep pembelajaran konstruktivisme didasarkan pada kerja akademik para ahli dan peneliti yang peduli dengan  konstruktivisme. Para ahli konstrukivisme mengatakan bahwa ketika siswa mencoba menyelesaikan tugas-tugas di kelas, maka pengetahuan matematika dikonstruksi secara aktif (Wood & Coob dalam Suherman dkk ). Para ahli konstruktivis yang lain mengetakan bahwa dari perspektofnya konstruktivis, belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika.
            Para ahli konsrtuktivis setuju bahwa belajar matematika melibatkan manipulasi aktif dari pemaknaan bukan hanya bilangan dan rumus-rumus saja. Mereka menolak paham bahwa matematika dipelajari dalam satu koleksi yang berpola linier. Setiap paham dari pembelajaran melibatkan suatu proses penelitian terhadap makna dan penyampaian keterampilan hapalan dengan cara yang tidak ada jaminan bahwa siswa akan menggunakan keterampilan intelegennya dalam settingmatematika.
            Lebih jauh lagi para ahli konstruktivis merekomendasikan untuk menyediakan lingkungan belajar di mana siswa dapat menccapai konsep dasar, keterampilana algoritma, proses heuristic, dan kebeiasaan bekerja sama dan berefleksi. Dalam kaitanya dengan belajar, Cobb dkk, dalam Suherman dkk (2001) meguraikan bahwa belajar dipandang sebagai proses aktif dan konstruktif di mana siswa mencoba untuk menyelesaikan masalah yang muncul sebagaimana mereka berpartisipasi secara efektif dalam latihan matematika di kelas.
            Confrey, 1990, h.111 dalam Suherman dkk (72:2003), yang juga banyak bicara dalam konstruktivisme menawarkan suatu powerful contruction dalam matematika. Dalam mengkonstruksi pengertian matematika melalui pengalaman, ia mengidentifikasi 10 karakteristik dari powerful contruction berpikir siswa. Lebih jauh ia mengatakan bahwa powerful cuntruction ditandai oleh:
1.       Sebuah struktur dengan ukuran kekonsistenan internal
2.       Suatu keterpaduan anta bermacam-macam konsep
3.       Suatu kekonvergenan di antara aneka bentuk dan konteks
4.       Kemampuan untuk merefleksi dan menjelaskan
5.       Sebuah kesinambungan sejarah
6.       Terikat kepada bermacam-macam simbol
7.       Suatu yang cocok dengan pendapat experts (ahli)
8.       Suatu yang potensial untuk bertindak sebagai alat untuk konstruksi lebih lanjut
9.       Sebagai petunjuk untuk tindakan berikutnya
10.   Suatu kemampuan untuk menjustifikasi dan mempertahankan

5.       Pembelajaran Konstruktivisme Dalam Matematika
            Beberapa ahli konstruktivisme telah menguraikan indikator belajar mengajar mengenai konstruktivisme. Confrey dalam Suherman dkk (2003) menyatakan:
... sebagai seorang konstruktivis ketika saya mengajarkan matematika, saya tidak mengajarkan siswa tentang struktur matematika yang objeknya ada di dunia ini. Saya mengajar mereka bagaimana mengembangkan kognisi mereka, bagaimana melihat dunia melalui sekumpulan lensa kuantitatif yang saya percaya akan menyediakan suatu cara yang powerfull untuk memahami dunia, bagaimana merefleksikan lensa-lensa itu untuk menciptakan lensa-lensa yang lebih kuat dan bagaimana mengapresiasi peranan dari lensa dalam memaikan perkembangan kultur mereka. Saya mencapai untuk mengajarkan mereka untuk mengembangkan satu alat intelektual yaitu matematika”.
            Hal ini mencerminkan bahwa matematika hanyalah sebagai alat untuk berpikir, fokus utama belajar matematika adalah memberdayakan suswa untuk berpikir mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya.
6.       Implementasinya Dalam Pembelajaran Matematika
            Dari sudut pandang konstruktiis, Koehler & Grouws dalam Suherman dkk  (2003) menyatakan bahwa pembelajaran telah dipandang sebagai suatu kontimun antara negoisasi dan imposition pada ujung-ujungnya. Lebih lanjut lagi, Cobb & Steffie dalam Suherman (2001) menambahkan bahwa “... dalam pandangan konstruktivise guru harus secara terus menerus menyadarkan bahwa untuk mencoba melihat keduanya, aksi siswa dengan dirinya dari sudut pandang siswa. Seorang yang memandang bahwa belajar adalah suatu transmisi, maka proses mengetahui akan mengikuti model imposition (pembebanan). Sedangkan yang berpandangan bahwa mengajar adalah suatu proses yang memfasilitasi suatu konstruksi, maka ia akan mengikuti model negoisasi. Aktivitas guru di kelas dipengaruhi oleh paham mereka tentang pembelajaran.
            Perbedaan individu di kelas berimplikasi bahwa guru disyaratkan untuk mempertimbangkan bagaimana menerapkan pembelajaran matematika agar dapat melayani secara cukup perbedaan-perbedaan individu siswa. Berkenaan dengan perbedaan individu, Board of Studies mennyatakan bahwa siswa akan mencapai prestasi belajar dalam kecepatan berbeda dan secara kualitatif dalam cara yang berbedea-beda. Lovitt & Clarke dalam Suherman dkk (2003) menambahkan bahwa kualitas pembelajaran ditandai seberapa lus dalam lingkungan belajar
1.       Mulai dari mana siswa ini berada
2.       Mengenai bahwa siswa belajar dengan kecepatan berbeda dan cara yang berbeda
3.       Melibatkan sisa secara fisik dalam proses belajar
4.       Meminta siswa untuk memvisualkan yang imajiner
            Dengan demikian ada suatu perbedaan yang sangat berarti dalam pembelajaran matematika dalam paradigma konstruktivisme dan dengan pendekatan tradisional. Di dalam konstruktivisme peran guru bukan pemberi jawaban akhir atas pertanyaan siswa, melainkan mengarahkan mereka untuk membentuk (mengkonstruksi) pengetahuan matematika sehingga diperoleh struktur matematika.
            Implikasi dari perbedaan-perbedaan di atas menjadikan posisi guru dalam pembelajaran matematika untuk bernegoisasi dengan siswa bukan memberikan jawaban akhir yang telah jadi. Negosisasi yang dimaksudkan disini adalah berupa pengajuan pertanyaan-pertanyaan kembali atau pernyataan-pernyataan yang menantang siswa untuk berpikir lebih lanjut yang dapat mendoron mereka sehingga penguasaan konsepnya semakin kuat.
Dalam belajar seseorang harus mengkonstruksi sendiri pengetahuannya”, maka guru hendaknya mengusahakan agar murid aktif berpartisipasi dalam membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya. Ada dua pertanyaan yang perlu dicermati guru, yaitu :
1.       Pengalaman-pengalaman apa yang harus disediakan bagi para siswa supaya dapat memperlancar proses belajar
2.       Bagaimana pembelajar dapat mengungkapkan atau menyajikan apa yang telah mereka ketahui untuk memberi arti pada pengalaman-pengalaman itu.
7.       Evaluasi Pembelajaran Matematika Menurut Konstruktivisme
            Munurut Webb dalam Suherman dkk (2003) evaluasi dalam pendidikan adalah suatu investigasi sistematis tentang nilai atau merit tentang suatu tujuan. Termasuk di dalam evaluasi adalah kumpulan bukti-bukti secara sistematis untuk membantu keputusan tentang siswa belajar, pengembangan materi, dan program. Sedangkan Assesmen menurut Wood dalam Suherman dkk (2003) dianggap sebagai penyedia suatu pertimbangan menyeluruh dari suatu fungsi individu di dalam melukiskan rasa paling luas dalam berbagai bukti baik kualitatif maupun kuantitatif dan karena sampai kepada pengujian keterampilan kognitif dengan teknik paper-pencil untuk sejumlah orang. Webb & Briars dalam Suherman dkk (2001) menambahkan bahwa assesmen dalam matematika adalah proses penentuan apakah siswa tau. Merupakan suatu bagian dari aktivitas pengajaran matematika, yaitu pengecekan apakan siswa memahami, mendapatkan umpan balik dari siswa, kemudian mengguankan informasi ini untuk membimbing pengalaman belajarnya.
            Meskipun ada perbedaan pengertian evaluasi dan assesmen yang dimaksudkan di sini adalah cara guru mengases (menilai) prestasi siswa belajar matematika. Menurut Jacobsen dkk dalam Seherman dkk (2003), dalam memberikan assesmen pengetahuan matematika siswa mestinya diperoleh data kemampuan siswa dalam matematika dan harus memasukkan tentang pengetahuan siswa pada konsep matematika, prosedur matematika, dan kemampuan problem solving, reasoning, dan komunikasi.
            Evaluasi dalam pembelajaran matematika menggunakan pendekatan konstruktivisme terjadi sepanjang proses pembelajaran berlangsung (on going assessment). Dari awal sampai akhir guru memantau perkembangan siswa, pemahaman siswa terhadepat suatu konsep matematika, ikut dan mengawasi proses konstruksi pengetahuan (matematika yang dibuat oleh siswa.

Daftar Pustaka :
Dahar, R Wilis. 2011. Teori-teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta : Erlangga.
Hergenhahn, B.R & Olson, H. Matthew. 2008. Theories of learning. Jakarta : Kencana Predana Media Group
Rachman, dkk. 2006. Filsafat Ilmu. Semarang :UPT MKU Universitas Negeri Semarang.
Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.Jakarta :Kencana Predana Media Group.
Shadiq, Fadjar & Mustajab, N Amini. 2011. Penerapan Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika di SD. Yogyakarta : Kepmendiknas & P4TK matematika.
Soerjabrata, Soemadi. 1980. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Suherman, Erman.dkk.  2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung.

Label: ,

8. The Mystical Mathematics of Hypatia: Introduction to Hypatia; What is a Conic Section


A.     Mistik Matematika dari Hypatia
            Hypatia dari Alexandria adalah wanita pertama untuk memberikan kontribusi besar bagi perkembangan matematika. Hypatia adalah putri dari Theon matematikawan dan filsuf dari Alexandria. Menurut Krant (69:2006) Hypatia (430 SM - 370 SM) adalah putri dari astronom dan ahli matematika Theon, dan istri dari    filsuf  Isidrus, ia berkembang selama masa pemerintahan Kaisar Arcadius. Para sejarawan percaya bahwa Theon berusaha mejadikan putrinya menjadi "manusia sempurna", yang memiliki kelebihan kecantikan fisik dan kecerdasan. Sehingga dia memiliki karunia fisik yang luar biasa dan berprestasi. Hypatia adalah seorang sarjana yang berdedikasi dan memiliki kecerdasan yang menjulang dan menjadi sukses lebih dari ayah dan guru-gurunya dan menjadi cahaya intelektual terkemuka dari Alexandria (Mesir). 
            Hypatia menjadi kepala sekolah Platonis di Aleksandria pada sekitar 400 M. Di sana ia mengajar matematika dan filsafat, dalam mengajar khususnya filsafat Neoplatonisme. Hypatia berdasarkan ajaran Plotinus (pendiri Neoplatonisme), dan Iamblichus yang adalah seorang pengembang Neoplatonisme sekitar 300 M. Plotinus mengajarkan bahwa ada suatu realitas terakhir yang berada di luar jangkauan pikiran atau bahasa. Tujuan hidup adalah untuk bertujuan ini realitas yang tak pernah dapat dijelaskan dengan tepat. Berikut fatwa hypatia kepada murid-muridnya yang berpengaruh pada saat tersebut :
Semua ajaran agama yg keliru tidak harus diterima oleh seseorang sebagai penghargaan diri pada akhirnya.
Anda berhak untuk berpikir, bahkan untuk berpikir salah lebih baik daripada tidak berpikir sama sekali.
Neo-Platonisme adalah filsafat progresif (berlangsung), dan tidak mengharapkan untuk menyatakan kondisi akhir manusia untuk pikiran yang tidak terbatas.
Hidup adalah penyingkapan, dan semakin jauh kita berjalan semakin banyak kebenaran yang bisa kita pahami. Untuk memahami hal-hal yang berada diluar dunia kita adalah persiapan terbaik  untuk memahami hal-hal yang berada di dalamnya
Dongeng harus diajarkan sebagai dongeng, mitos sebagai mitos, dan mukjizat sebagai fantasi puitis. Untuk mengajarkan takhayul sebagai kebenaran adalah hal yang paling mengerikan. Pikiran anak menerima dan percaya mereka, dan hanya melalui penderitaan yang luar biasa dan mungkin tragedi bisa ia berada di setelah bertahun-tahun lega dari mereka. Pada kenyataannya manusia
akan berjuang untuk takhayul yang cukup secepat
kenyataan yang hidup biasanya lebih dari itu, karena takhayul sangat tidak berwujud Anda tidak bisa mendapatkan hal itu untuk menyangkalnya,
tetapi kenyataannya adalah
sudut pandang pandang, sehingga ini bisa berubah.
            Pada masanya Hypatia memiliki kemampuan ilmiah luar biasa sehingga orang kagum dan hormat kepadanya. Dia sering berkorespondensi dengan ulama dan diselenggarakan dari kota-kota lain dan digambarkan oleh semua komentatornya yang karismatik.
            Ketika Roma dikuasai Kristen, Hypatia adalah seorang pemikir kafir (non-Kristen) pada saat itu. Dengan demikian, meskipun moralnya sangat baik, dia mempunyai banyak musuh karena kemampuannya  yang sangat dalam mengenai pengetahuan ilmiah pada masa itu. Hypatia dibunuh secara brutal oleh para biarawan yang Nitrian sebuah sekte fanatik Kristen, di bawah kepemimpinan Cyril, Uskup Alexandria. Setelah pembunuhan hypatia, Ini awal penurunan dari Alexandria sebagai pusat utama belajar kuno. Kemudian siswa dari Hypatia ada yang melarikan diri ke Athena, di mana studi matematika berkembang setelah itu. Ketika perpustakaan Alexandria dibakar, karya-karya Hypatia hancur. http://womenshistory.about.com/od/hypati1/a/hypatia.htm            
            Dan kita tahu pikiran hypatia hari ini hanya berupa kutipan dan kutipan ini sebagian terdapat dalam karya-karya orang lain. Bahkan ada beberapa surat tertulis kepadanya pada zaman tersebut masih ada. Berikut ini contoh kutipan dari hypatia, seperti : surat-surat yang Synesius tulis kepada Hypatia telah diawetkan dan kita melihat seseorang yang penuh dengan kekaguman dan hormat untuk belajar dengan Hypatia karena kemampuan ilmiah. Di antara murid yang dia diajarkan di Alexandria ada banyak orang Kristen yang terkemuka. Salah satu yang paling terkenal adalah Synesius dari Kirene yang kemudian menjadi Uskup Ptolemais. Article by: J J O'Connor and E F Robertson bisa diakses di http://www.gap-system.org/~history/Biographies/Hypatia.html.
            Tidak ada bukti bahwa Hypatia melakukan penelitian matematika asli. Namun ia membantu ayahnya Theon dari Alexandria secara tertulis sebelas bagian komentar pada Ptolemy 's Almagest. Hal ini juga berpikir bahwa ia juga membantu ayahnya dalam memproduksi versi baru dari Euclid 's Elemen yang telah menjadi dasar untuk semua edisi selanjutnya dari Euclid. Heath menulis edisi Theon dan Hypatia terhadap Elemen [4]: ​​- T L Heath, A History of Greek Mathematics (2 Vols.) (Oxford, 1921). Article by: J J O'Connor and E F Robertson bisa diakses di http://www.gap-system.org/~history/Biographies/Hypatia.html

            Hypatia memberi komentar pada Arithmetica dari Diophantus dari Alexandria, di Conics dari Apollonius dari Perga, dan pada kanon astronomi Ptolomeus. Karya-karya ini hilang, tapi judul mereka, dikombinasikan dengan surat Synesius, yang berkonsultasi kepadanya tentang pembangunan sebuah astrolabe dan hydroscope sebuah, menunjukkan bahwa ia mengabdikan dirinya terutama untuk astronomi dan matematika. Keberadaan dari setiap karya-karya filosofis ketat oleh tidak diketahui. Filosofinya lebih ilmiah dan ilmiah dalam bunga dan kurang mistik dan intransigently kafir daripada sekolah Athena dan merupakan perwujudan dari Neoplatonisme Alexandria. Article by: J J O'Connor and E F Robertson bisa diakses di http://www.gap-system.org/~history/Biographies/Hypatia.html
A.     What Is a Conic Section
            Menurut Krant (70:2006) Hypatia dikenang hari ini karena karyanya tentang teori Appolonius yang dari conics (kerucut), dan untuk komentar-komentarnya pada Diophantus. Semua teori-teori bertahan hingga  sampai saat ini, dan masih dipelajari saksama. Dia juga bekerja  bersama ayahnya, melakukan editing Elemen euclid. Tentu Hypatia adalah salah satu pemikir besar sepanjang masa, dan cocok bagi kita untuk memberi penghormatan karena dia. Tapi kita tidak punya rinci pengetahuan tentang kerja-tentu pengetahuan tidak langsung. Jadi apa yang kita dapat Anda lakukan adalah untuk mempelajari bagian berbentuk kerucut dengan Hypatia dalam pikiran, mengetahui bahwa dia tentu meninggalkan jejak-nya mengenai hal ini. Kami akan memberikan beberapa klasik ide, sebagai Hypatia dirinya akan dipahami mereka,dan juga beberapa modern-ide berdasarkan analisis geometri dari Ren'e Descartes .
Sumber : http://ilmumatematika.com/geometer-terbesar-apollonius/

            Appolonius (Perga, 262-200SM), inspirasi Hypatia, yang pertama kali menyadari bahwa semua dari bagian berbentuk kerucut dapat direalisasikan sebagai irisan kerucut tetap. dia juga memberi nama pada bagian berbentuk kerucut yang kita gunakan hari ini. (diakses http://ilmumatematika.com/geometer-terbesar-apollonius/)

            Bagian berbentuk kerucut adalah salah satu kurva tertua, dan merupakan subjek matematika tertua dipelajari secara sistematis dan seksama. Para conics tampaknya telah ditemukan oleh Menaechmus (a, Yunani c.375-325 SM), tutor untuk Alexander Agung. Mereka dikandung dalam upaya untuk memecahkan tiga masalah terkenal trisecting sudut, duplikasi kubus, dan mengkuadratkan lingkaran. Para conics pertama kali didefinisikan sebagai perpotongan dari:  kerucut lingkaran tegak dari berbagai sudut vertex, sebuah bidang tegak lurus dengan unsur kerucut. (Sebuah elemen kerucut adalah setiap garis yang membentuk kerucut) Tergantung sudut kurang dari, sama dengan, atau lebih besar dari 90 derajat, kita mendapatkan elips, parabola, atau hiperbola masing-masing. Appollonius (c. 262-190 SM) (dikenal sebagai ahli ilmu ukur Besar) sebelumnya hasil konsolidasi dan diperpanjang conics menjadi Bagian monografi Conic, yang terdiri dari delapan buku dengan proposisi 487. Kutipan dari Morris Kline: "Sebagai sebuah prestasi itu [Bagian Conic Appollonius '] begitu monumental yang secara praktis menutup tunduk pada pemikir kemudian, setidaknya dari sudut pandang murni geometris." Buku VIII dari Bagian Conic hilang kepada kami. Bagian Conic Appollonius 'dan Euclid' s Elemen dapat mewakili intisari matematika Yunani. (diakses http://hypatia.ucsd.edu/~kl/hypatia.html
            Appollonius adalah orang pertama yang mendasarkan teori ketiga conics pada bagian satu kerucut lingkaran, kanan atau miring. Dia juga yang memberi nama elips, parabola, dan hiperbola.
Sumber  : http://jwilson.coe.uga.edu/EMT668/EMAT6680.F99/Erbas/emat6690/Insunit/conicsunit.html
Riwayat
                Apollonius yang menjadi matematikawan lahir di Perga
, 262-200SM, Pamphylia yang sekarang dikenal dengan sebutan Murtina atau Murtana, terletak di Antalya, Turki. Pada jaman itu, Perga adalah pusat kebudayaan dan lokasi kuil Artemis, dewi alam. Saat muda usia Apollonius pergi ke Alexandria dimana dia belajar di bawah bimbingan para pengikut Euclid sebelum mengajar di sana. Kemudian, Apollonius pergi ke Pergamun di mana di sana terdapat universitas dan perpustakaan besar untuk menyaingi perpustakaan besar di Alexandria sedang dalam tahap pembangunan. Pergamum saat ini tidak lain merupakan nama lain dari kota Bergama terletak pada propinsi Izmir di Turki, adalah kota Yunani kuno. Dengan lokasi pada 25 km dari laut Aegean pada perbukitan sebelah utara lembah sungai Caicus (sekarang disebut dengan sungai Bakir). Riwayat Apollonius diakses http://ilmumatematika.com/geometer-terbesar-apollonius/
            Di Pergemum, Apollonius bertemu dengan Eudemus yang menulis buku Sejarah Geometri (Hystory of Geometry) dan Attalus, yang diperkirakan adalah Raja Attalus I dari Pergamum. Prakiraan ini diawali dari kata pengantar buku Apollonius yang menunjukkan rasa hormat dan sembah takzim kepada Attalus. Riwayat Apollonius diakses http://ilmumatematika.com/geometer-terbesar-apollonius/
            Dalam Renaisans, hukum Kepler tentang gerak planet, Descarte dan Fermat koordinat geometri, dan awal dari geometri proyektif dimulai oleh Desargues, La Hire, Pascal mendorong conics ke tingkat tinggi. Banyak matematikawan kemudian juga telah membuat kontribusi untuk conics, terutama dalam pengembangan projective geometri mana conics adalah obyek fundamental sebagai lingkaran dalam geometri Yunani. Di antara kontributor, kami mungkin menemukan Newton, Dandelin, Gergonne, Poncelet, Brianchon, Dupin, Chasles, dan Steiner. Bagian berbentuk kerucut adalah topik klasik yang kaya yang telah mendorong banyak perkembangan dalam sejarah matematika. (diakses sejarah bagian conic di http://hypatia.ucsd.edu/~kl/hypatia.html)
Karya-karya yang hilang
            Karya-karya Apollonius banyak yang hilang. Skema bilangan dari Apollonius barangkali adalah salah satu yang terselamatkan dari bagian terakhir buku II berjudul Kumpulan Matematikal (Mathematical Collections) dari Pappus (Semua buku I dan awal buku II hilang). Apollonius juga menulis Cara Cepat (Quick Delivery) yang berisikan pengajaran tentang tip-tip atau teknik-teknik penghitungan cepat. Diketahui bahwa karya-karya Apollonius yang hilang seperti: penjabaran nisbah/ratio (Cutting-off Ratio); penjabaran luas (cutting-off of an area); seksi penentu (On Determinate Section); Tangen; titik potong (vergings) dan Plane Loci.
            Dari gambaran yang ditulis dari karya-karya Pappus dan para pendahulunya, muncul gagasan, pada abad ke-17, untuk merekonstruksi buku-buku geometri karya matematikawan Yunani kuno yang hilang, dimana makalah karya Apollonius adalah salah satu diantaranya. Kelak karya Apollonius ditemukan oleh para bangsawan Perancis (termasuk Fermat) pada abad 17 yang memberi pengaruh besar bagi para matematikawan Perancis pada umumnya dan Fermat pada khususnya.
Karya puncak, Conics (kerucut)
            Buku pertama Conics (kerucut) membahas segala sesuatu tentang hal-hal mendasar tentang kurva-kurva yang disebut “paling lengkap dan lebih umum dibanding pengarang-pengarang lain.” Dalam buku ini pula disebutkan theorema dan transformasi koordinat dari sistem yang didasarkan pada tangen dan diameter pada titik P yang berada pada kerucut ke dalam sistem baru yang ditentukan oleh tangen dan diameter dari titik Q yang berada pada kurva yang sama. Apollonius sangat mengenal karakteristik hiperbola dengan asimtut sebagai absisnya. Persamaan xy = c2 adalah hiperbola sama sisi yang mirip dengan rumus hukum Boyle tantang gas.
            Buku kedua melanjutkan bahasan tentang tangen dan diameter. Dengan menggunakan proposisi-proposisi dan gambar-gambar kurva.
            Buku ketiga disebut oleh Apollonius yang paling membanggakan dirinya karena disebutkan berisi theorema-theorema yang bermanfaat untuk melakukan (operasi) sintesis dan solid loci penentuan limit. Disebutkan olehnya bahwa Euclid belum menyinggung topik ini. Locus tiga dan empat garis memegang peran penting dalam matematika sejak Euclid sampai Newton.
            Buku keempat menggambarkan keinginan pengarangnya untuk menunjukkan “Berapa banyak cara bagian kerucut dapat saling berpotongan.” Ide tentang hiperbola dua cabang yang berlawanan arah adalah gagasan Apollonius.
            Buku kelima berhubungan dengan maksimum dan minimum garis lurus yang bersinggungan dengan kerucut. Pada saat buku ini dibuat, tidak pernah terpikirkan bahwa akan konsep-konsep didalamnya mendasari dinamika bumi (terrestial) dan mekanika alam semesta (celestial). Tanpa pengetahuan tentang tangen terhadap parabola mustahil analisis terhadap lintasan peluru tidaklah dimungkinkan.
            Buku keenam, berisikan proposisi-proposisi tentang bagian dari kerucut apakah sama atau beda, mirip atau berlainan. Terdapat satu proposisi yang membuktikan bahwa apabila sebuah kerucut dipotong oleh dua garis sejajar terjadilah bagian-bagian hiperbolik dan eliptik, bagian yang mirip namun tidak sama.
            Buku ketujuh kembali membicarakan tentang mentasrifkan (conjungate) diameter-diameter dan berbagai “proposisi-proposisi baru” yang membahas diameter dari bagian-bagian kerucut.
Asal-usul nama
Archimedes sudah mencetuskan nama parabola yang artinya bagian sudut kanan kerucut. Apollonius (barangkali melanjutkan penamaan Archimedes) mengenalkan kata elips dan hiperbola dalam kaitannya dengan kurva-kurva tersebut. Istilah “elips”, “parabola”, dan “hiperbola” bukanlah penemuan Achimedes maupun Apollonius; mereka mengadaptasi kata dan artinya dari para pengikut Pythagoras (pythagorean), dalam menyelesaikan persamaan-persamaan kuadratik untuk aplikasi mencari luas.
Elips berarti kurang atau tidak sempurna digunakan untuk memberi nama apabila luas persegi panjang pada bidang yang diketahui disetarakan dengan bagian garis tertentu yang diketahui hasilnya kurang.
Hiperbola yang artinya kelebihan dipakai apabila luas persegi panjang pada bidang yang diketahui disetarakan dengan bagian garis tertentu yang diketahui hasilnya lebih.
Parabola yang artinya di samping atau pembanding tidak mengindikasikan lebih atau kurang.
Apollonius menggunakan ketiga istilah di atas dalam konteks baru yaitu sebagai persamaan parabola dengan verteks pada titik asal, (0,0), sistem Kartesian, adalah y² = lx (l = “latus rectum” atau parameter) sekarang diganti dengan 2p atau bahkan 4p.
Geometer Yunani membagi kurva menjadi 3 kategori. Pertama, “plane loci” terdiri dari garis lurus dan lingkaran; kedua, “solid loci” terdiri dari bagian/potongan kerucut; ketiga, “liniear loci” gabungan antara garis dan bentuk bidang.

Sumbangsih Apollonius

Konsep parabola, hiperbola dan elips banyak memberi sumbangan bagi astronomi modern. Buku Newton Principia memberi harapan orang melakukan perjalanan ke luar angkasa. Baru tahun 1960-an, keinginan itu terlaksana karena pemahaman konsep minima, maksima dan tangen dari Apollonius. Karya Apollonius kelak digeneralisasikan oleh Descartes – setelah ada “sentuhan” Pappus, untuk menguji geometri analitik. Tema seperti buku teks dan bahasan yang mendalam dan rinci mamberi inspirasi bagi perkembangan matematika abad-abad berikutnya.
 DAFTAR PUSTAKA
Krantz, G. Steven. 2006. An Episodic History of Mathematics.

Riwayat Apollonius diakses http://ilmumatematika.com/geometer-terbesar-apollonius/

Article by: J J O'Connor and E F Robertson bisa diakses di http://www.gap-system.org/history / Biographies  /Hypatia.html
Sejarah Bagian Conic diakses http://hypatia.ucsd.edu/~kl/hypatia.html
http://jwilson.coe.uga.edu/EMT668/EMAT6680.F99/Erbas/emat6690/Insunit/conicsunit.html
http://www.math.nus.edu.sg/aslaksen/projects/perspective/theory.htm

Label: ,